Khamis, 18 Jun 2009

Pertunangan

Pertunangan berasal dari bahasa Melayu yang memiliki kesamaan erti dengan khitbah dalam Bahasa Arab atau dikenal dengan istilah meminang. Pertunangan atau khitbah atau pinangan, iaitu satu ikatan perjanjian yang berlaku antara pihak lelaki dan pihak perempuan untuk mendirikan rumah tangga.

Khitbah dimaksudkan untuk menutup kesempatan bagi pria lain meminang perempuan yang telah dipinang. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi kamu penjualan di atas penjualan orang lain, dan tidak halal bagimu pertunangan di atas pertunangan orang lain”.

Sejarah pertunangan dilitirekan oleh Yunani. Sebelum menikah, masyarakat Yunani biasa melakukan pertunangan. Dalam hal ini, seorang pria meminta wanita yang dicintainya pada ayah sang wanita untuk dinikahi. Ketika kedua-dua belah pihak menyepakati pernikahan itu, dipanggilah pendeta untuk memberkati cincin pertunangan dan menyematkannya di jari manis kiri masing-masing pasangan. Kemudian para tamu menyambut kebahagiaan tersebut dengan mengucapkan “Kala stephand” (mahkota baik, semoga pernikahannya baik).

Dalam Islam, pertunangan pertama kali dilakukan pada masa jahiliyah. Imam Bukhari meriwayatkan melalui Aisyah ra., bahawa pada masa jahiliyah dikenal empat macam pernikahan. Pertama, pernikahan sebagaimana berlaku kini, dimulai dengan pinangan kepada orang tua atau wali, lalu membayar mahar dan menikah. Kedua, seorang suami memerintahkan istrinya untuk menikah dengan orang lain guna memperoleh keturunan yang baik. Apabila telah hamil, ia kembali pada sang suami untuk digauli lagi. Ketiga, sekelompok laki-laki kurang dari 10 orang menggauli satu wanita. Bila wanita itu hamil dan melahirkan, ia memanggil sekelompok laki-laki tadi dan menunjuk satu antara mereka untuk memberi nama pada sang anak. Keempat, hubungan seks yang dilakukan oleh seorang pelacur. Sang pelacur memasang tanda di depan pintu rumah mereka dan bercampur dengan siapapun.

Setelah Islam datang, cara-cara pernikahan yang kedua, ketiga, dan keempat tersebut dilarang. Cara pernikahan pertama yang dibolehkan dalam Islam. Di sinilah mulai dilestarikan budaya pertunangan atau khitbah.

Pertunangan dimaksudkan untuk membuka ruang antara pasangan untuk saling mengenal sebelum menikah, baik dari segi lahiriah mahupun batiniah. Dari Mughirah bin Syu’bah berkata, “Aku pernah melamar seorang wanita. Lalu Nabi SAW bersabda, “Lihatlah ia, kerana yang demikian itu akan merapatkan kasih sayang antara kalian berdua” (HR. Nasa’I, Ibnu Majah dan Tirmidzi). Dalam hal ini jumhur ulama membatasi anggota tubuh yang boleh dilihat, iaitu wajah dan kedua-dua tapak tangan.

Pertunangan hanya sebatas perjanjian untuk mengadakan pernikahan dan tidak mewujudkan pernikahan tersebut. Ertinya, masing-masing pihak berhak untuk membatalkan. Namun bila tidak ada alasan yang tepat, maka kedua belah pihak dilarang membatalkannya. “Wahai orang-orang yang beriman, tunaikan serta sempurnakan perjanjian-perjanjian kamu” (QS. 5: 1). Dalam hal ini, pihak yang diputuskan dapat meminta ganti rugi pada pihak yang memutuskan.
Bagi pasangan yang ingin melangsungkan pertunangan, sukacita Cikgu ingin berkongsi pengalaman semasa bertunang dulu. Cikgu bertunang secara bersederhana. Antara hantaran yang dibawa oleh Cikgu ialah:
1. Cincin berlian (RM1500.00)
2. Kain batik (RM150.00)
3. Kain pasang (RM100.00)
4. Tuala (RM20.00)
5. Buah anggur (RM50.00)
6. Kek (RM50.00)
7. Pulut semangat